Artikel ini adalah kunjungan saya yg kedua kali di Indonesia-Japan Expo tgl 8 Nov 2008.
TV 3D (cerita lanjutan dari artikel sebelumnya)
Dan beruntung kali ini saya berkesempatan berdiskusi dng Mr Michiyuki Kohno yg dng sabar menjawab pertanyaan saya dng dialek bahasa inggris bergaya jepang.
Saya memang sangat penasaran dng cara kerja tv 3D tanpa shutter glasses. TV 3D atau monitor komputer untuk melihat gambar/film 3D biasanya memakai sistem kacamata yg berkedip bergantian kiri-kanan sehingga harus ada penghubung (wire/wireless) untuk sikronisasi kedipan antara kaca mata dan perangkat display (TV atau monitor).

Namun, Kelebihan TV 3D di expo ini tidak memakai jenis kaca mata tsb, melainkan memakai kaca mata yg mirip kaca mata polarisasi, sehingga tidak ada sistem penghubung sinkronisasi. Seperti apa yg saya duga pada artikel sebelumnya, bahwa kaca mata akan memisahan gambar kiri-kanan dari garis interlanced genap dan ganjil (line odd & even), hal ini ditegaskan lagi dari penjelasan Michiyuki Kohno. Dia mendemokan filter kiri pada kaca mata akan memfilter gambar kiri yg diwakili garis interlanaced genap dan sebaliknya filter kanan hanya melihat garis ganjil. Krn materi film adalah High Definition, degradasi garis gambar tidak terlihat, bahkan pada jarak lihat yg dekat.
Uniknya lagi, walaupun mirip cara kerja kaca mata polarisasi, namun pemilahan informasi gambar tidak berdasarkan sudut gelombang cahaya X-Y (umumnya perbedaan sudut 90 derajat) melainkan Circularly polarized glass, sehingga dng kacamata ini penonton masih bisa tidur-tiduran miring di sofa yg empuk di rumah atau lesehan di lantai dan penonton masih bisa merasakan sensasi kedalaman dan jarak dari gambar tiga dimensi pada layar TV LCD 40 inchi ini.


Untuk informasi lebih lanjut www.asuna-3d.com dan untuk membacanya, mohon aktifkan translator web anda….maklum informasi web ini berbahasa Jepang.
l
BIOSKOP 3D – High Definition
Antusias pengunjung untuk melihat 3D Theater sangat tinggi, ini terlihat pada antrian sangat panjang. Mereka (termasuk saya dan Yona) rela mengantri 30 menit untuk film 3Dimensi yg berdurasi 16 menit yg terdiri dari 2 segmen (kereta cepat shinkansen dan keindahan alam Jepang)
Kapasitas bioskop yg tidak permanen ini cukup luas dan mampu menampung 400 orang, tentu saja setengahnya akan lesehan di karpet saja. Ketika masuk pintu bioskop, setiap penonton akan dibagi-bagikan kacamata polarisasi. Ketika usai pertunjukan, kaca mata tsb boleh dibawa pulang sebagai souvenir. Lumayaaaan!!
Ketika di dalam ruangan theater 3D, tidak ada pemadaman lampu karena 2 projector DLP berlumensi sangat tinggi sehingga gambar tampil di layar masih terang walaupun ruangan tidak gelap. Memang pada adegan malam sedikit tidak optimum krn kehitaman malam menjadi kurang pekat dan tidak menarik dilihat. Tak apalah, lagi pula 2 film dokumenter ini kebanyakan berseting di siang hari.

Dua projector digital beresolusi sangat tinggi, memberi kesan sangat menyakinkan apalagi dlm format 3Dimensi. Selama menonton, kami merasa seperti menonton kedetilan dari film celuloid. Yg menyadarkan kita bahwa ini dari media digital adalah warna yg tidak sematang media celuloid atau ini mungkin dikarenakan ruangan kurang gelap.
Yg jelas, pertunjukan 3D memberi sensasi kedalaman atau objek yg meloncat keluar dari layar bioskop dan memberi kesan seolah-olah theater screen menjadi jendela raksasa. Adegan keramain di suatu jalan perkotaan Jepang menjadi sangat detil dan penonton serasa terlibat dikeramaian kota tdb atau merasakan suasana pedesaan di Jepang. Atau cuplikan adegan sumo Jepang dan badminton dari pemain Indonesia tampil mengesankan seolah-olah kita menonton langsung ke gedung olah raga.
Keluar dari ruang theater…membuat saya melamun dan berharap suatu saat home theater di rumah mampu menampikan sensasi spt ini…layar besar….gambar cerah dan detil….dan 3Dimensi, pula!!! Secara teknologi, hal ini mungkin tercapai dlm waktu dekat, namun content dan judul-judul film yg tersedia sangat sedikit akan menjadi hambatan untuk mempopulerkan film-film 3DImensi atau stasiun-stasiun TV akan enggan untuk bersedia menyiarkan program acara berformat 3D. Hal ini diakui sendiri oleh Michiyuki Kohno,……ehm kenyataan yg menyedihkan juga seh.
Tinggalkan Balasan