Tidak mudah menemukan film 3 dimensi di Indonesia, terutama bagi yang tinggal di kota kecil seperti saya di Magelang. Bioskop di kota besar kadang-kadang memutar film 3 dimensi seperti Spy Kids 3, tetapi menu harian film-film di bioskop kami adalah film-film dewasa berbiaya murah. Beberapa hari lalu saja, di mana-mana terpampang poster film yang sedang diputar hari itu, judulnya “Resteless.” “Apanya yang ‘teles’?” pikir saya (‘teles’ dalam bahasa Jawa berarti ‘basah’). Mungkin maksudnya ”Restless”…
Begitulah, ketika suatu hari saya menemukan DVD “Shrek 3-D” di gerai DVD bajakan di sebuah mal di Jogja, mata saya langsung melotot! Saya paling anti produk bajakan. Tetapi saat itu mata saya tidak bisa lepas dari sebuah DVD dengan sampul bergambar sepasang monster hijau jelek dan seekor keledai yang mengenakan kacamata aneh berwarna merah dan biru.
Setengah berlari saya menghampiri gerai itu. “Wah!” kata saya dalam hati. DVD “Shrek 3-D” ini dijual secara bundling dengan DVD “Shrek.” Saya melirik istri saya. Di rumah, semua orang tahu bahwa saya adalah pejuang perlindungan hak cipta. Istri saya sendiri mungkin sudah bosan kalau saya mulai berceramah mengenai pentingnya membeli produk-produk asli dan bukan bajakan. Tapi saat itu saya sudah pasang muka tebal. Jadilah sepanjang perjalanan pulang ke Magelang saya sibuk memberikan pembelaan panjang lebar mengenai uang Rp 50.000,- yang saya keluarkan untuk membeli sepasang DVD bajakan itu. Saya bilang, saya hanya ingin lihat film 3 dimensinya, jadi film 2 dimensinya nanti bakal saya singkirkan. Dengan begitu, setidaknya rasa bersalah saya berkurang setengahnya. Bersalahnya sih, tetap bersalah. Sekarang saya jadi tahu maksudnya ungkapan “setengah merasa bersalah.” Hehehe…
Filmnya sendiri tidak terlalu panjang, hanya 15 menit. Kisahnya di luar kisah “Shrek” versi aslinya, mungkin semacam lanjutannya. Settingnya pada malam hari ketika Shrek dan Putri Fiona sedang dalam perjalanan bulan madu mereka. Tidak banyak dialog karena titik beratnya ada pada efek 3 dimensi. Untung saja saya masih menyimpan banyak kacamata anaglyph – buanyaaak sekali – yang saya beli untuk nonton sinetron SCTV tahun 2003 dulu.
Mulanya saya bingung. Kok efek 3 dimensinya ngaco? Lama baru saya sadar bahwa kacamata anaglyph SCTV harus dipakai terbalik, jadi bagian dalamnya di luar. Jadi kalau sebelumnya warna merah di kanan warna biru di kiri, sekarang dibalik. Begitu juga kalau saya melihat foto-foto anaglyph di internet, kacamata ini harus dipakai terbalik. Aneh juga SCTV ini…
Begitulah, keingintahuan saya cukup terpuaskan. Hanya saja karena settingnya malam hari, menurut saya efek 3 dimensinya menjadi tidak terlalu maksimal (atau karena ‘setengah merasa bersalah’ mungkin). Sampai suatu saat saya menemukan DVD “Spy Kids 3-D Game Over”…
Sebetulnya DVD original “Spy Kids 3-D Game Over” beredar di Indonesia didistribusikan oleh PT. Duta Cinema Multimedia dan dijual seharga Rp. 15.000. Murah sekali. Sayangnya filmnya sama sekali tidak 3 dimensi. Nah, setelah berhari-hari ngubrek-ubrek berbagai situs web, akhirnya saya dapat versi 3 dimensinya di http://www.play-asia.com/paOS-13-71-bu-49-en-15-spy+kids-70-49s.html. Harganya? Sekitar 80 ribuan, hebatnya lagi, ongkos kirim ke Indonesia GRATIS! Karena toko online ini berlokasi di Hong Kong, maka teksnya berbahasa Mandarin dan Inggris. Dalam satu kemasan ada 2 keping DVD: 1 keping berisi film dalam 2 dimensi, dan keping satunya berisi film yang sama dalam 3 dimensi. Di dalamnya juga disertakan 2 buah kacamata anaglyph persis seperti yang dipakai oleh tokoh-tokoh utama dalam film ini.
Film produksi 2003 ini didukung oleh beberapa aktor Hollywood yang sudah dikenal di Indonesia seperti Antonio Banderas, Sylvester Stallone, Salma Hayek, dan George Clooney. Hanya saja bintang-bintang besar ini hanya menjadi pemeran pendukung karena kisahnya berpusat pada petualangan seorang anak kecil bernama Juni Cortez yang masuk ke dalam dunia virtual game 3 dimensi “Game Over” ciptaan Toymaker (diperankan oleh Sylvester Stallone). Toymaker sengaja menciptakan game ini untuk mengendalikan anak-anak muda sehingga ia dapat mengendalikan masa depan.
Di awal film penonton diberi penjelasan mengenai penggunaan kacamata 3 dimensi ini. Menit-menit awal berisikan adegan dalam 2 dimensi, setelah 10 atau 15 menit berjalan di layar muncul tulisan “GLASSES ON.” Saat itulah kacamata mulai dikenakan. Efeknya cukup bagus. Apalagi memang banyak adegan yang memang dirancang agar lebih ‘terasa’ apabila ditonton dengan kacamata anaglyph. Sebagaimana “Shrek 3-D”, film ini juga berupa animasi komputer atau CGI, hanya saja dalam film ini semua tokohnya adalah manusia asli.
Saya pernah memutar film ini di komputer dan saya coba pakaikan kacamata anaglyph ke anak-anak saya (Nathania, 6 tahun dan Mikhael, 4 tahun). Saya kaget dan tidak bisa menahan tawa ketika pada beberapa adegan mereka mengulurkan tangan mereka untuk meraih benda-benda yang ditampilkan di layar! Wah, bagi saya itu berarti efek 3 dimensinya cukup bagus sehingga bisa dikenali oleh anak-anak balita sekalipun!
Benar lho, anak balita sdh bisa me’rasa’kan gambar 3D.
Keponakan saya juga bereaksi yg sama, ketika saya putarkan film Spy Kid 3D. Lucu, lihat tangan si kecil menggapai-gapai udara kosong.
🙂
buat lagi film tiga dimensi agar anak anak vbisa mengetahui lagi dan anda pun untung.